07.15

Tubuh Juga Hasilkan Radikal Bebas


Dalam kehidupan sehari-hari tidak mungkin kita dapat menghindar atau lari ke lingkungan yang bebas dari serangan radikal bebas. Selain bersumber dari faktor eksternal seperti polusi dari kendaraan bermotor, industri, asap rokok, mesin foto copy, AC, dan makanan yang tidak sehat; ternyata radikal bebas juga dapat bersumber dari internal. Faktor internal berasal dari proses alami respirasi dan fungsi metabolisme yang buruk di dalam tubuh. Jadi dengan kata lain, walaupun kita tidak keluar rumah, tubuh kita secara otomatis akan menghasilkan radikal bebas. Hidup di kota-kota besar sudah pasti kita tidak akan terlepas dari pencemaran udara yang tinggi yang akan meningkatkan jumlah radikal bebas dalam tubuh.


Menurut Penelitian Kesehatan UI yang bekerjasama dengan USAID/US AEP dan Swisscontact, lalulintas jalan raya di kota-kota besar merupakan penyumbang terbesar pencemaran udara, yaitu 70 persen dari total pencemaran yang terjadi.
Dengan tingkat polutan termasuk Particulares Matter (PM 10) hal itu masih jauh di luar standar WHO yaitu 50 mikrograms per kubik meter (mg/m3), ini menunjukkan eksposur tingkat polusi udara yang tinggi. Bahkan pencemaran di Jakarta ini sudah 10 kali lebih tinggi dari Los Angeles.


Menurut dr. Joko Maryono SpPD, JP, FASE, akumulasi radikal bebas tersebut tanpa disadari dapat menimbulkan berbagai penyakit. “Radikal bebas ini dapat menyebabkan penyakit jangka panjang dan jangka pendek. Jangka panjang berupa penyakit kronis seperti kanker, jantung koroner sedangkan jangka pendek menyebabkan kerusakan sel-sel dalam tubuh sehingga kita gampang sakit,“ ujar Joko dalam keterangan tertulisnya kepada Jurnal Bogor, belum lama ini.
Di dalam tubuh, radikal bebas akan menekan fungsi sistem daya tahan tubuh sehingga kita rentan terhadap berbagai gangguan kesehatan seperti infeksi saluran pernafasan atas, diare, infeksi. Sistem daya tahan tubuh tidak dapat bekerja secara optimal jika ada tekanan dari radikal bebas di dalam tubuh. Apabila sistem daya tahan tubuh kita lemah, sudah pasti kita akan mudah terserang penyakit. Sebagai perbandingan, kita bisa melihat dari laporan Menteri Kesehatan yang menunjukkan lebih dari 50 persen penyakit di kota besar adalah berkaitan dengan kualitas udara yang buruk.

Serangan radikal bebas baik yang berasal dari internal dan eksternal setiap hari membuat kita harus lebih waspada dalam menjaga daya tahan tubuh agar tidak jatuh sakit dan tetap bisa produktif beraktifitas.


Dikatakan Djoko, antidot dari radikal bebas adalah antioksidan.”Radikal bebas ibarat sampah di dalam tubuh dan pemungut sampahnya adalah antioksidan. Supaya sampahnya tidak menumpuk kita membutuhkan pemungut sampah yaitu antioksidan terutama antioksidan untuk daya tahan tubuh supaya kita tidak gampang sakit,” terangnya.
Antioksidan bisa kita dapatkan dari proses alami dalam tubuh yaitu antioksidan endogen dan melalui asupan dari luar yaitu antioksidan eksogen. Antioksidan eksogen mencakup vitamin C, Vitamin A, Vitamin E, Zinc, dan selenium (Se). Di dalam tubuh antioksidan akan menetralisir radikal bebas. (5 Maret 2009)


Sumber :

Rudi D. Sukmana

http://www.jurnalbogor.com/?p=10836

1 September 2009

Sumber Gambar :

http://www.karunaflame.com/radicalsantioxidants.html

07.08

Dewandaru, Lebih Atraktif Tangkal Radikal Bebas

Dewandaru atau yang bisa kita kenal dengan sebutan blimbing atau ciremai londo, ternyata mempunyai khasiat untuk mencegah kerusakan oksidatif, akibat radikal bebas yang tidak dapat diatasi oleh antioksidan endogen dalam tubuh.

Banyaknya polusi yang ditimbulkan oleh kendaraan bermotor dan industri, serta konsumsi makanan cepat saji dapat memacu terjadinya radikal bebas di dalam tubuh. Radikal bebas merupakan atom atau senyawa elektron yang tidak berpasangan pada orbital terluarnya, sehingga memiliki sifat tidak stabil dan cenderung dekstruktif.

Tidak adanya pasangan elektron inilah yang menyebabkan elektron bebas ini sangat reaktif dan mampu bereaksi dengan protein, lipid, karbohidrat, atau DNA. "Akibat banyaknya radikal bebas di dalam tubuh, maka akan mempengaruhi kemunduran atau kemerosotan fungsi organ tubuh," lanjut Dita.

Terjadi juga kerusakan sel atau jaringan hidup, DNA pada inti sel, serta muncul artheroschlerosis (pengerasan dan penyempitan pembuluh darah). "Yang menyebakan penyakit jantung koroner, kerusakan lensa mata, dan proses penuaan yang terlalu cepat," beber Dita.

Di dalam tubuh manusia, kerusakan akibat radikal bebas sebenarnya dapat diatasi oleh antioksidan endogen. Namun bila jumlah radikal bebas berlebihan, maka dibutuhkan antioksidan tambahan dari luar untuk menetralkan radikal yang terbentuk.

Ada banyak cara menangkal berlebihnya radikal bebas, entah dengan menghindari paparan polusi, menghentikan kebiasaan merokok, mengurangi berlebihnya konsumsi lemak jenuh, olahraga dengan takaran tepat, dan menghindari konsumsi makanan berpengawet, pewarna.

Mengonsumsi bahan-bahan makanan yang mengandung vitamin A, C, dan E juga membantu menangkal radikal bebas seperti sayur dan buah. Dewandaru, dalam hal ini juga merupakan bahan makanan yang patut kita lirik dan manfaatkan.

"Dewandaru mempunyai antioksidan yang lebih atraktif dibanding dengan buah ataupun sayuran lainnya. Karena berdasarkan penelitian, tumbuhan tersebut mengandung sebagian besar flavonoid antioksigen dengan aktivitas lebih besar dari tokoferol (vitamin E), yang berperan pada efek anti oksidan yang dihasilkan," ujar pemenang pertama lomba karya tulis Djarum, Dita Resya saat dihubungi kompas.com, Sabtu (18/10).

Tanaman dewandaru memiliki kandungan polifenol maupun komponen flavonoid yang cukup tinggi. Dari penelitian yang dilakukan Dita, mahasiswa Universitas Muhammadiyah Surakarta, ekstrak metanol buah dewandaru mengandung cynadin-3-O-&-glucopyranoside dan delphinidin -3-O-&-glucopyranoside, suatu antosian-antioksidan.

"Sedangkan pada ekstrak daunnya mengandung myricetin, myricitrin, gallocatechin, quercetin, dan quercitrin yang merupakan flavonoid antioksidan," kata perempuan kelahiran Manokwari, Papua. (18 Oktober 2008)

Sumber :

http://www.kompas.com/read/xml/2008/10/18/18033012/

1 September 2009

07.05

10 Jenis Buah Untuk Lawan Radikal Bebas

Udara di kota-kota besar dipastikan telah tercemar polusi, baik dari asap knalpot atau asap pembakaran lainnya. Dan, sebagai warga kota besar mau tidak mau kita menghirup udara yang telah terkontaminasi polusi setiap hari. Konsekuensinya adalah dalam tubuh kita terdapat banyak radikal bebas yang bisa mengganggu kesehatan dan mempercepat penuaan.

Untuk menghindari polusi udara yang banyak mengandung radikal bebas, sangat tidak mungkin untuk dilakukan. Satu-satunya cara adalah melawan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh dengan zat antioksidan.

Zat antioksidan ini, dapat Anda peroleh dari buah-buahan. Usahakan untuk mengonsumsi buah setiap hari, karena kandungan antioksidannya merupakan senjata bagi tubuh Anda untuk melawan radikal bebas.

"Menurut WHO, setiap orang dianjurkan untuk mengonsumsi minimum tiga jenis buah yang berbeda warna setiap hari. Zat warna pada buah lah yang mengandung antioksidan, dan terdapat pada kulit buah. Untuk itu, kulitnya jangan di kupas saat makan buah," kata dr. Samuel Oetoro Sp.Gk, saat ditemui dalam acara konfrensi pers lima Kebaikan Alami Buavita di FX Lifestyle Center, Jakarta, Selasa 5 Mei 2009.

Dr. Samuel menyarankan setiap pagi sebelum mulai beraktivitas, sebaiknya sarapan dengan jus buah yang terdiri dari campuran 10 jenis buah. Ia mencontohkan semangka, pepaya, jeruk, apel, pir, markisa, melon, blueberri, tomat, dan mangga.

"Awalnya memang sulit, tetapi cobalah tahap demi tahap misalnya hari ini 3 buah besok 4 buah dan begitu seterusnya. Mengonsumsi jus buah pagi hari, sama seperti sarapan, perut Anda akan terasa kenyang dan mampu menjadi senjata untuk melawan radikal bebas yang menempel di tubuh ketika mulai beraktivitas," kata dr. Samuel.

Zat radikal bebas membuat tubuh menjadi mudah terkena penyakit dan cepat mengalami penuaan. Penuaan tidak hanya pada kulit tetapi juga organ-organ tubuh dan menyebabkan Anda mudah terkena penyakit degeneratif. (6 Mei 2009)

Sumber :

http://kosmo.vivanews.com/news/read/55259-10_jenis_buah_untuk_lawan_radikal_bebas

1 September 2009

06.56

Tangkal Radikal Bebas dengan Sayur dan Buah

Sampai permulaan abad ke 20, tidak seorangpun percaya bahwa suatu senyawa bernama radikal bebas dapat berada dalam keadaan bebas. Para ilmuwan masih menggunakan istilah radikal bebas untuk suatu kelompok atom yang membentuk suatu molekul. Perubahan terjadi ketika pada abad ke 20 seorang Rusia bernama Moses Gomberg yang lahir di Blisavetgrad pada tahun 1866, membuat radikal bebas organik pertama dari trifenilmetan, senyawa hidrokarbon yang digunakan sebagai bahan dasar berbagai zat pewarna.

Berdasarkan penelitian Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas kemudian diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tesebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya. Jika sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.

Oksigen yang kita hirup akan diubah oleh sel tubuh secara konstan menjadi senyawa yang sangat reaktif, dikenal sebagai senyawa reaktif oksigen yang diterjemahkan dari reactive oxygen species (ROS), satu bentuk radikal bebas. Perisitiwa ini berlangsung saat proses sintesa energi oleh mitokondria atau proses detoksifikasi yang melibatkan enzim sitokrom P-450 di hati. Produksi ROS secara fisiologis ini merupakan konsekuensi logis dalam kehidupan aerobik.

Sebagian ROS berasal dari proses fisiologis tersebut (ROS endogen) dan lainnya adalah ROS eksogen, seperti berbagai polutan lingkungan (emisi kendaraan bermotor dan industri, asbes, asap roko, dan lain-lain), radiasi ionisasi, infeksi bakteri, jamur dan virus, serta paparan zat kimia (termasuk obat) yang bersifat mengoksidasi. Ada berbagai jenis ROS, contohnya adalah superoksida anion, hidroksil, peroksil, hidrogen peroksida, singlet oksigen, dan lain sebagainya. Pada Gambar 1 contoh produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik.

Gambar 1. Produksi ROS pada proses sintesa energi dalam mitokondria, netralisasi oleh antioksidan enzimatis dan efeknya terhadap saraf motorik (sumber: www.als.ca/if_you_have_als/als_introduction_diagnosis.aspx).

Pada kenyatannya, segala sesuatu dalam hidup ini memang diciptakan sang pencipta alam secara seimbang. Sistem defensif dianugerahkan terhadap setiap sel berupa perangkat antioksidan enzimatis (glutathione, ubiquinol, catalase, superoxide dismutase, hydroperoxidase, dan lain sebagainya). Antioksidan enzimatis endogen ini pertama kali dikemukakan oleh J.M. Mc Cord dan I. Fridovich (ilmuwan Amerika pada tahun 1968) yang menemukan enzim antioksidan alami dalam tubuh manusia dengan nama superoksida dismutase (SOD). Hanya dalam waktu singkat setelah teori tersebut disampaikan, selanjutnya ditemukan enzim-enzim antioksidan endogen lainnya seperti glutation peroksidase dan katalase yang mengubah hidrogen peroksidase menjadi air dan oksigen.

Sebenarnya radikal bebas, termasuk ROS, penting artinya bagi kesehatan dan fungsi tubuh yang normal dalam memerangi peradangan, membunuh bakteri, dan mengendalikan tonus otot polos pembuluh darah dan organ-organ dalam tubuh kita. Namun bila dihasilkan melebihi batas kemampuan proteksi antioksidan seluler, maka dia akan menyerang sel itu sendiri. Struktur sel yang berubah turut merubah fungsinya, yang akan mengarah pada proses munculnya penyakit.

Stres oksidatif (oxidative stress) adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas (prooksidan) dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum:
- Kurangnya antioksidan
- Kelebihan produksi radikal bebas

Keadaan stress oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit. Berbagai penyakit yang telah diteliti dan diduga kuat berkaitan dengan aktivitas radikal bebas mencakup lebih dari 50, di antaranya adalah stroke, asma, diabetes mellitus, berbagai penyakit radang usus, penyumbatan kronis pembuluh darah di jantung, parkinson, hingga AIDS.

Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak. Kanker dan tumor banyak disepakati para ilmuwan sebagai penyakit yang berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Radikal bebas dan reaksi oksidasi berantai yang dihasilkan jelas berperan pada proses mutasi ini. Bahaya lainnya yang ditimbulkan radikal bebas adalah bila bereaksi dengan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol menjadi bentuk yang reaktif, dikenal faktual sebagai faktor resiko penyakit jantung.

Dugaan bahwa radikal bebas tersebar di mana-mana, pada setiap kejadian pembakaran seperti merokok, memasak, pembakaran bahan bakar pada mesin dan kendaraan bermotor. Paparan sinar ultraviolet yang terus-menerus, pestisida dan pencemaran lain di dalam makanan kita, bahkan karena olah raga yang berlebihan, menyebabkan tidak adanya pilihan selain tubuh harus melakukan tindakan protektif. Langkah yang tepat untuk menghadapi “gempuran” radikal bebas adalah dengan mengurangi paparannya atau mengoptimalkan pertahanan tubuh melalui aktivitas antioksidan.

Pemahaman ilmiah tentang hubungan radikal bebas dengan antioksidan baru muncul pada tiga hingga empat dekade terakhir ini. Hingga kini, berbagai uji kimiawi, biokimia, klinis dan epidemiologi banyak mendukung efek protektif antioksidan terhadap penyakit akibat stres oksidatif.

Selain jenis antioksidan enzimatis seperti yang disebut di awal, dikenal pula jenis antioksidan nonenzimatis. Jenis ini dapat berupa golongan vitamin, seperti vitamin C, vitamin E serta golongan senyawa fitokimia. Suplemen vitamin banyak beredar di pasaran dalam berbagai dosis. Namun perlu diketahui, hingga saat ini para ahli masih sulit memastikan berapa komposisi yang seimbang antara radikal bebas dan antioksidan di dalam tubuh.

Beberapa antioksidan dalam dosis tertentu bisa berubah sifat menjadi prooksidan. Selain itu masalah dosis bersifat normatif, tergantung dari kondisi individu itu sendiri. Individu yang memang selalu berada dalam lingkungan yang memicu keadaan stres oksidatif, bisa mengkonsumsi suplemen vitamin. Sementara individu yang hidupnya relatif tenang, tidak memerlukannya, karena asupan dari makanan sehari-hari yang berkualitas sudah mencukupi.

Vitamin E dan C dikenal sebagai antioksidan yang potensial dan banyak dikonsumsi. Penelitian yang terbaru berdasarkan hasil studi epidemiologi menunjukkan asupan sehari vitamin E lebih dari 400 IU akan meningkatkan resiko kematian dan harus dihindari. Sementara dosis konsumsi vitamin E bagi orang dewasa normal cukup 8-10 IU per hari. Selama ini di pasaran suplemen vitamin E dan C umumnya dijual dalam dosis relatif tinggi. Beberapa produk mengandung vitamin C 1000 mg per tablet. Padahal, kecukupan gizi vitamin C per hari bagi orang dewasa yang hidup tenang, tidak stres atau kondisi lain yang tidak sehat, adalah sekitar 60-75 mg per hari. Untuk mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi seperti Jakarta, dosis 500 mg bisa diterima.

Vitamin C dan E memang sudah lebih dulu dikenal sebagai jenis antioksidan yang efektif, namun keberadaan senyawa fitokimia sebagai satu alternatif senyawa antioksidan menjadi daya tarik luar biasa bagi para peneliti belakangan ini. Katakanlah, senyawa fenolik. Senyawa ini terdistribusi luas dalam berjuta spesies tumbuh-tumbuhan dan sejauh ini telah tercatat lebih dari 8000 struktur senyawa fenolik diketahui. Komponen fenolik merupakan bagian integral dari diet makanan manusia, terkandung dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sebagainya.

Walaupun asupan fenolik bervariasi tergantung lokasi geografi, diperkirakan asupan manusia seharinya berkisar 20 mg- 1 g, melebihi vitamin E. Berbagai hasil penelitian membuktikan senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekin dari teh bersifat protektif terhadap kanker lambung dan usus. Atau contoh lainnya adalah isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai, ginseng, buah dan sayur, dapat menurunkan risiko kanker payudara.

Senyawa lainnya adalah senyawa karotenoid. Amerika Serikat mencatat kanker prostat sebagai penyebab kematian kedua setelah kanker paru-paru di negaranya. Vogt TM dan rekan melaporkan kadar likopen dalam serum warga kulit hitam AS lebih rendah dibandingkan kulit putih. Hal ini patut diperhitungkan, mengingat tingginya kejadian kanker prostat di kalangan warga kulit hitam.

Penduduk negara mediteranian, seperti Italia, Yunani, Spanyol, Mesir, Siprus dan Maroko memiliki tradisi mengkonsumsi tomat. Studi epidemiologi di beberapa daerah di Italia dan Yunani menunjukkan angka kejadian yang rendah untuk penyakit kardiovaskular dan beberapa jenis kanker seperti kolon, payudara, dan prostat.

Tomat dikenal kaya dengan senyawa karotenoid, terutama likopen. Kandungan terbesarnya dalam tomat adalah dalam bentuk trans, namun dalam proses pemasakan berubah menjadi bentuk sis. Hal ini diduga juga terjadi secara in vivo. Likopen merupakan senyawa yang amat sulit larut dalam air. Dalam tomat sendiri, likopen berikatan dengan membran dan tidak mudah lepas. Selama proses pemasakan, ikatan tersebut melemah. Ini yang menjadi penyebab kandungan likopen pada tomat yang dimasak lebih banyak dibandingkan tomat segar.

Struktur kimia likopen membuatnya sebagai senyawa nonpolar yang jauh lebih mudah larut dalam minyak. Tradisi masakan mediteranian yang kerap berbahan tomat yang dimasak dengan minyak zaitun (olive oil) ternyata menghasilkan pelepasan likopen secara optimal dan membuatnya lebih efisien penyerapannya, sehingga mudah masuk ke jaringan dan sel.

Hingga saat ini, studi epidemiologi yang telah dilakukan secara konsisten menunjukkan hubungan terbalik antara konsumsi sayuran dan buah-buahan dengan resiko penyakit kardiovaskuler dan beberapa jenis kanker.

Fakta ini membuat salah satu pusat penelitian kanker di Amerika yaitu National Cancer Institute dan European School of Oncology Task Force on Diet, Nutrition and Cancer merekomendasikan konsumsi buah dan sayuran 5 kali atau lebih dalam sehari untuk mencegah terjadinya penyakit kanker. Hal yang sama juga dilakukan pemerintah Jepang yang dikenal begitu gencar melakukan promosi kesehatan. Kenko Nihon 21 mencantumkan target konsumsi sayuran bagi orang jepang : lebih dari 350 gr sehari. Dengan kondisi alam yang subur, kekayaan varietas tanaman dan tradisi makanan kaya rempah, manusia Indonesia pun tentu sangat mungkin menerapkannya.

referensi :

1. Encyclopaedia Britannica.

2. Emerit, Free Radical and Aging, , Birkhauser, England.

3. John H. Weisburger,Lycopene and tomato products in health promotion, American Health Foundation, 2002.

4. M.A. Soobrattee, V.S. Neergheen, et.al, Phenolic as potential antioxidant therapeutic agents: Mechanism and actions, Mutation Research, 579(1-2):200-13, 2005

(4 Januari 2009)

Sumber :

Krism

http://www.pulau-madura.com/index.php/2009/01/tangkal-radikal-bebas-dengan-buah-dan-sayur/

06.53

Sekilas Mengenal Radikal Bebas dan Bahayanya

Radikal bebas adalah molekul yang kehilangan elektron, sehingga molekul tersebut menjadi tidak stabil dan selalu berusaha mengambil elektron dari molekul atau sel lain. Radikal bebas dapat dihasilkan dari hasil metabolisme tubuh dan faktor eksternal seperti asap rokok, hasil penyinaran ultra violet, zat kimiawi dalam makanan dan polutan lain.

Penyakit yang disebabkan oleh radikal bebas bersifat kronis, yaitu dibutuhkan waktu bertahun-tahun untuk penyakit tersebut menjadi nyata. Contoh penyakit yang sering dihubungkan dengan radikal bebas adalah serangan jantung dan kanker. Untuk mencegah atau mengurangi penyakit kronis karena radikal bebas diperlukan antioksidan.

Merokok adalah sengaja menumpuk racun dalam tubuh

Sebenarnya, tubuh manusia dapat menetralisir radikal bebas ini, hanya saja bila jumlahnya terlalu berlebihan, maka kemampuan untuk menetralisirnya akan semakin berkurang. Merokok, misalnya, adalah kegiatan yang secara sengaja memasukkan berbagai racun kimiawi yang bersifat radikal bebas ke dalam tubuh.

Tubuh manusia didesain untuk menerima asupan yang bersifat alamiah, sehingga bila menerima masukan seperi asap rokok, akan berusaha untuk mengeluarkan berbagai racun kimiawi ini dari tubuh melalui proses metabolisme, tetapi proses metabolisme ini pun sebenarnya menghasilkan radikal bebas. Pada intinya, kegiatan merokok sama sekali tidak berguna bagi tubuh, walaupun dapat ditemui perokok yang berusia panjang.

Radikal bebas yang mengambil elektron dari sel tubuh manusia dapat menyebabkan perubahan struktur DNA sehingga timbullah sel-sel mutan. Bila perubahan DNA ini terjadi bertahun-tahun, maka dapat menjadi penyakit kanker. Tubuh manusia, sesungguhnya dapat menghasilkan antioksidan tetapi jumlahnya sering sekali tidak cukup untuk menetralkan radikal bebas yang masuk ke dalam tubuh. Atau sering sekali, zat pemicu yang diperlukan oleh tubuh untuk menghasilkan antioksidan tidak cukup dikonsumsi.

Sebagai contoh, tubuh manusia dapat menghasilkan Glutathione, salah satu antioksidan yang sangat kuat, hanya saja, tubuh memerlukan asupan vitamin C sebesar 1.000 mg untuk memicu tubuh menghasilkan glutahione ini. Keseimbangan antara antioksidan dan radikal bebas menjadi kunci utama pencegahan stres oksidatif dan penyakit-penyakit kronis yang dihasilkannya.

Pembentukan radikal bebas dalam tubuh :

  • Pada waktu kita bernapas (hasil samping proses oksidasi atau pembakaran)
  • Olahraga yang berlebihan
  • Jika terjadi peradangan
  • Terpapar polusi lingkungan (asap rokok, kendaraan bermotor, radiasi), dll

Pada saat terjadi infeksi, radikal diperlukan untuk membunuh mikroorganisme penyebab infeksi. Tetapi paparan radikal bebas yang berlebihan dan secara terus-menerus dapat menyebabkan kerusakan sel, mengurangi kemampuan sel untuk beradaptasi terhadap lingkungannya, dan pada akhirnya dapat menyebabkan kematian sel. Radikal bebas bersifat reaktif, dapat menyebabkan kerusakan sel, mengurangi kemampuan adaptasi sel, bahwa kematian sel sehingga timbul gangguan / penyakit.

Penyakit yang disebabkan atau dikaitkan dengan radikal bebas :
  • Kanker
  • Aterosklerosis (penyempitan pembuluh darah)
  • Penuaan (Aging)
  • Penyakit neurodegeneratif (Alzheimer Disease, Dementia/pikun, dll)
  • Penyakit / gangguan paru, hati & ginjal
  • Katarak, dll

Sistem Antioksidan Tubuh Melawan Bahaya Radikal Bebas

Untuk melawan bahaya radikal bebas, tubuh telah mempersiapkan penangkal yaitu dengan sistem antioksidan. Ada 3 golongan antioksidan dalam tubuh yaitu :
  • Antioksidan Primer : Berfungsi mencegah pembentukan radikal bebas, misalnya Transferin, Feritin, albumin.
  • Antioksidan Sekunder : Berfungsi menangkap radikal bebas dan menghentikan pembentukan radikal bebas, misalnya Superoxide Dismutase (SOD), Glutathion Peroxidase (GPx), Vitamin C, Vitamin E, B-Caroten, dll.
  • Antioksidan Tersier atau repair enzyme : Berfungsi memperbaiki jaringan tubuh yang rusak oleh radikal bebas.


Pemeriksaan Status Antioksidan

Saat ini telah tersedia pemeriksaan laboratorium untuk menilai sistem antioksidan tubuh yaitu Status Antioksidan Total (SAT). Merupakan pemeriksaan untuk mengukur kapasitas dan aktivitas total antioksidan yang terdapat dalam tubuh, yaitu Superoxide dismutase (SOD) dan Gluthatione Peroxidase (GPx).

Manfaat pemeriksaan status antioksidan

  • Memberikan informasi tentang kapasitas status antioksidan seseorang.
  • Untuk menilai daya tahan tubuh atau paerlindungan tubuh terhadap serangan radikal bebas.


Sasaran pemeriksaan status antioksidan
Mereka yang banyak terpapar polusi lingkungan atau mereka yang rentan terhadap bahaya radikal bebas :

  • Lanjut Usia
  • Perokok
  • Orang yang kegemukan
  • Penderita Diabetes Melitus
  • Penderita Hipertensi
  • Penderita peradangan kronis, dll.


Waktu pemeriksaan Status Antioksidan

  • Untuk skrining awal, yaitu sebelum dilakukan terapi dan sebelum pembelian suplemen antioksidan.
  • Untuk monitoring (atau menilai hasil terapi), yaitu dilakukan setelah pemberian obat atau suplemen antioksidan.


Syarat yang diperlukan untuk pemeriksaan status antioksidan

Untuk melakukan pemeriksaan Status Antioksidan diperlukan sampel darah dan tidak diperlukan persiapan khusus sebelumnya. Anda dapat melakukan pemeriksaan Status Antioksidan total, SOD, GPx di laboratorium terdekat.

Paparan radikal bebas dapat menimbulkan berbagai penyakit, tetapi tubuh kita mempunyai sistem yuntuk menangkalnya yaitu dengan sistem antioksidan. Dengan pemeriksaan status antioksigan tubuh, kita dapat mengetahui daya tahan tubuh terhadap radikal bebas, menentukan pelu tidaknya terapi atau suplemen antioksidan, dapat melakukan upaya untuk mencegah timbulnya penyakit yangnberkaitan dengan radikal bebas, dan memantau terapi / pemberian suplemen antioksidan. (22 Juni 2009)

Sumber :

http://www.smallcrab.com/kesehatan/25-healthy/564-sekilas-mengenal-radikal-bebas-dan-bahayanya

1 September 2009

06.49

Asupan Buah Cegah Radikal Bebas

ahukah Anda bahwa lebih dari 4,000 kematian prematur dan 1,5 juta serangan penyakit asma di Jakarta disebabkan oleh polusi udara? Angka tersebut tentu saja mengejutkan, terutama karena setiap harinya Anda melakukan perjalanan, baik menuju kantor, rumah atau aktifitas lain.

Hal tersebut diungkapkan oleh DR. Budi Haryanto, SKM., MKM., MSc., seorang pakar lingkungan dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

"Data dari United Nations Environmental Programme (UNEP) menunjukkan bahwa pada tahun 2006, jika diakumulasi hanya 26 hari dalam setahun udara DKI Jakarta digolongkan layak dan tidak melampaui polusi yang mematikan. Bahkan, tingkat polusi udara di Indonesia dikatakan sepuluh kali lebih buruk dibanding Amerika Serikat," terangnya dalam sebuah bincang-bincang saat peluncuran kampanye '5 Kebaikan Alami Buavita' di Jakarta, Selasa (5/5).

Fakta tersebut, pastinya membuat masyarakat was-was dan diperlukan informasi lebih lanjut bagaimana untuk mengatasinya. Ditambahkan DR Budi, bahwa masalah lingkungan memang sulit untuk diatasi, tapi paling tidak bisa diatasi dengan mengkonsumsi vitamin dalam jumlah yang cukup.

Menurut Dr. Samuel Oetoro, Sp GK., seorang ahli gizi klinik, untuk menjaga stamina serta kesehatan, penting adanya untuk menerapkan hidup sehat lewat mengkonsumsi makanan dan minuman yang bergizi serta rutin berolahraga agar tubuh dapat menangkal radikal bebas yang dilepaskan oleh lingkungan yang tidak bersahabat.

Sayangnya, kebiasaan untuk makan buah di Indonesia rupanya masih minim, padahal asupan buah bisa menangkal radikal bebas. Namun begitu, ditambahkan Dr Samuel bahwa paling tidak konsumsilah tiga jenis buah yang berbeda setiap harinya.

"Baiknya memang mengkonsumsi 10 buah yang berbeda jenis dan warna setiap harinya. Jika belum terbiasa, paling tidak tiga jenis buah bisa diasup secara rutin," terangnya.

Mengatasi masalah tersebut diatas, Buavita hadir sebagai solusi. Kathryn Monika Parapak, selaku Senior Brand Manager Buavita mengungkapkan bahwa ada lima kebaikan alami dari Buavita untuk melindungi diri dari efek buruk radikal bebas. Kelima kebaikan tersebut adalah dibuat dari buah asli, mengandung vitamin esensial, sumber anti oksidan, minuman lezat bergizi, dan dapat membantu memenuhi kebutuhan harian buah.

Sekedar informasi, tahun ini merupakan tahun kedua dimana Buavita mengusung tema hidup sehat. Mengambil hikmah dari kesuksesan kampanye tahun lalu, yaitu kampenye 'Be Frutarian with Buavita' dimana Buavita berhasil mendapatkan tanggapan yang sangat positif dari masyarakat, Buavita semakin yakin bahwa masyarakat Indonesia sudah mulai tergerak untuk hidup lebih sehat. Untuk itu Darius Sinathrya serta Nirina Zubir, masih terpilih sebagai duta Buavita.

"Kami harap 5 kebaikan yang ada di dalam Buavita dapat berperan sebagai solusi praktis yang bisa membantu membuat perbedaan yang lebih baik dalam hidup kita. Dan semoga rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Buavita dan segenap mitranya akan memberikan inspirasi dan membuat masyarakat Indonesia sadar akan pentingnya hidup sehat," tutup Kathryn. (6 Mei 2009)


Sumber :

http://www.astaga.com/content/asupan-buah-cegah-radikal-bebas

1 September 2009

06.44

Belimbing Ampuh Tangkal Radikal Bebas

Buah yang satu ini memang tidak sepopuler buah pencuci mulut lainnya. Padahal bila matang, buah ini memiliki rasa manis yang menyegarkan. Belimbing buah asli India dengan bentuk unik itu ada dua jenis, belimbing manis (Averrhoa Carambola) dan belimbing sayur atau belimbing wuluh (Averrhoa bilim) yang rasanya asam.

Buah belimbing mempunyai kandungan gizi cukup tinggi yang bermanfaat bagi tubuh. Dalam 100 gram buah belimbing yang matang mengandung energi (35 kal), protein (50 gram), lemak (0,7 gram), karbohidrat (7,70 gram), kalsium (8 mg), serat (0,90 gram), vitamin A (18 RE), vitamin C (33Mg) dan niacin (0,40 gram).

Untuk kesehatan berbagai manfaat dapat diambil dari belimbing manis. Sebagai sumber vitamin, khususnya vitamin A dan C, belimbing adalah antioksidan ampuh dalam memerangi radikal bebas. Buah ini juga mampu membantu mencegah penyebaran sel-sel kanker, meningkatkan daya tahan tubuh dan mencegah sariawan.

Belimbing mengandung pektin yang mampu mengikat kolesterol dan asam empedu terdapat dalam usus dan membantu pengeluarannya. Selain itu, buah ini juga dapat menurunkan kadar kolesterol jahat dalam darah.

Kandungan serat yang tinggi, membuat belimbing bermanfaat untuk melancarkan proses pencernaan. Kadar kalium yang tinggi, serta natrium yang rendah, juga cocok sebagai obat hipertensi. Untuk penggemar buah yang memiliki kelebihan berat badan, belimbing baik untuk pilihan karena mengandung kaloi rendah.

Selain manfaat yang dapat diambil dari buah, bunga dan akar pohon belimbing pun memiliki khasiat. Bunga belimbing ternyata memiliki sifat khas manis dan menetralkan plus kandungan kimia berupa glukosida, vitamin B, dan vitamin C. Bunga belimbing manis memiliki khasiat sebagi antipiretik dan ekspektoran, sehingga dapat dimanfaatkan mengatasi batuk pada anak-anak. Akar pohon belimbing juga dapat dimanfaatkan untuk sakit kepala dan nyeri persendian (rematik). Kini, bila ada buah belimbing di pasar, jangan ragu untuk membeli/cr1/itz (2 April 2009)


Sumber :
1 September 2009

06.43

Radikal Bebas, Penyakit dan Antioksidan

Radikal bebas dan antioksidan adalah istilah yang sering kali kita dengar, tapi banyak orang yang mungkin tidak mengetahui apa arti yang sebenarnya dari radikal bebas itu.

Sebetulnya radikal bebas atau sering disebut oksidan merupakan molekul-molekul yang sangat reaktif di dalam tubuh dan pada hakekatnya dapat merusak bio molekul penting di dalam sel-sel, termasuk DNA. Hal ini merupakan penyebab utama penyakit fatal seperti serangan jantung, kanker hingga penuaan dini.

Berdasarkan penelitian ilmuwan Moses Gomberg dan ilmuwan lainnya, istilah radikal bebas diartikan sebagai molekul yang relatif tidak stabil di dalam sel, mempunyai satu atau lebih elektron yang tidak berpasangan di orbit luarnya. Molekul tersebut bersifat reaktif dalam mencari pasangan elektronnya, yang biasanya “dicuri” dari sel tubuh lain. Hal inilah yang merusak sel-sel tubuh, sehingga berujung pada penuaan dini.

Radikal bebas yang bersifat reaktif tersebut juga dapat menimbulkan perubahan kimiawi dan merusak berbagai komponen sel hidup seperti protein, lipid, karbohidrat, dan asam nukleat. Gawatnya lagi, jika radikal bebas sudah terbentuk dalam tubuh maka akan terjadi reaksi berantai dan menghasilkan radikal bebas baru yang akhirnya jumlahnya terus bertambah.

Pembentukan

Sinar ultraviolet matahari antara pukul 10.00 – 15.00, polusi asap rokok dan pabrik, alkohol, emisi kendaraan bermotor adalah faktor eksternal yang memacu pembentukan radikal bebas di dalam tubuh. Setiap kali bernapas dengan menghirup oksigen pasti terjadi oksidasi yang menghasilkan sisa-sisa oksidasi yang disebut oksidan. Oksidan inilah yang juga membentuk radikal bebas .

Selain itu, kelebihan gizi merupakan faktor internal pembentukannya. Dalam makanan kita sehari-hari sebaiknya tidak kelebihan lemak, vitamin, protein, dan sebagainya. Karena ketika tubuh kita mencerna makanan, selain menghasilkan energi, juga menghasilkan radikal bebas sebagai bagian dari proses metabolisme tubuh.

Stres oksidatif adalah ketidakseimbangan antara radikal bebas dan antioksidan yang dipicu oleh dua kondisi umum yakni kurangnya antioksidan, dan kelebihan produksi radikal bebas. Keadaan stres oksidatif membawa pada kerusakan oksidatif mulai dari tingkat sel, jaringan hingga ke organ tubuh, menyebabkan terjadinya percepatan proses penuaan dan munculnya penyakit. Berbagai penyakit yang telah diteliti dan diduga kuat berkaitan dengan aktivitas radikal bebas antara lain adalah stroke, asma, diabetes melitus, radang usus, penyumbatan kronis pembuluh darah di jantung, parkinson, hingga AIDS.

Teori penuaan dan radikal bebas pertama kali digulirkan oleh Denham Harman dari University of Nebraska Medical Center di Omaha, AS pada 1956 yang menyatakan bahwa tubuh mengalami penuaan karena serangan oksidasi dari zat-zat perusak. Kanker dan tumor banyak disepakati para ilmuwan sebagai penyakit yang berawal dari mutasi gen atau DNA sel. Radikal bebas jelas berperan pada proses mutasi ini. Bahaya lainnya adalah bila bereaksi dengan low-density lipoprotein (LDL)-cholesterol menjadi bentuk yang reaktif sebagai faktor resiko penyakit jantung.

Radikal bebas (oksidan) ini bisa diatasi dengan menangkal masuknya oksidan ini ke tubuh dengan memakai tabir surya di kulit, dan juga dengan antioksidan. Antioksidan dalam tubuh dapat memberikan perlindungan pada tubuh dari ancaman radikal bebas dan berfungsi untuk menetralisirnya. Manfaatnya dapat memperlambat proses penuaan dan mencegah berbagai penyakit di atas.

Sumber Antioksidan

Ada beberapa makanan yang merupakan sumber antikosidan. Yakni makanan yang mengandung Vitamin A, C, E, melantonin, betakaroten seperti sayuran, kacang-kacangan, jagung, kedelai dan buah. Saat ini juga tersedia suplemen dan susu yang mengandung antioksidan. Daging mengandung banyak oksidan, jadi sebaiknya perbanyak konsumsi sayur dan buah.

Vitamin E dan C dikenal sebagai antioksidan yang potensial dan banyak dikonsumsi. Penelitian yang terbaru berdasarkan hasil studi epidemiologi menunjukkan asupan sehari vitamin E lebih dari 400 IU akan meningkatkan resiko kematian dan harus dihindari. Sementara dosis konsumsi vitamin E bagi orang dewasa normal cukup 8-10 IU per hari.

Selama ini di pasaran suplemen vitamin E dan C umumnya dijual dalam dosis relatif tinggi. Beberapa produk mengandung vitamin C 1.000 mg per tablet. Padahal, kecukupan gizi vitamin C per hari bagi orang dewasa yang hidup tenang, tidak stres atau kondisi lain yang tidak sehat, adalah sekitar 60-75 mg per hari. Untuk mereka yang tinggal di kota besar yang penuh polusi seperti Jakarta, dosis 500 mg bisa diterima.

Selain itu ada beberapa senyawa dalam tumbuhan yang juga bermanfaat, salah satunya adalah senyawa felonik yang terkandung dalam sayuran, buah-buahan, rempah-rempah, dan sebagainya. Berbagai hasil penelitian membuktikan senyawa fenolik kurkumin dari kunyit dan polifenol katekin dari teh bersifat protektif terhadap kanker lambung dan usus. Atau contoh lainnya adalah isoflavon yang banyak terdapat pada kedelai, ginseng, buah dan sayur, dapat menurunkan risiko kanker payudara.

Senyawa lainnya yang bermanfaat adalah senyawa karotenoid yang banyak terdapat pada tomat. Penduduk negara Mediteranian, seperti Italia, Yunani, Spanyol, Mesir, Siprus dan Maroko memiliki tradisi mengkonsumsi tomat. Studi epidemiologi di beberapa daerah di Italia dan Yunani menunjukkan angka kejadian yang rendah untuk penyakit kardiovaskular dan beberapa jenis kanker seperti kolon, payudara, dan prostat.

(CH- dari berbagai sumber)

Sumber :

http://erabaru.net/kesehatan/34-kesehatan/3306-radikal-bebas-penyakit-dan-antioksidan

1 September 2009

06.39

Minyak Kelapa Murni (VCO) Menghalau penyakit Akibat Radikal Bebas

Asam lemak jenuh stabil dalam pemanasan tidak mudah tengik dan tidak mudah teroksidasi sehingga tidak banyak mengandung peroksida. Sementara lemak tak jenuh yang mengandung peroksida membentuk radikal bebas dalam tubuh. Radikal bebas sangat berbahaya bagi tubuh seperti berikut:.

  • Radikal bebas dalam DNA, yaitu materi gen dalam sel, menyebabkan sel mati atu mengalami mutasi dan berpotensi menjadi kanker. Radikal bebas pemicu dalam kanker paru, serviks, kulit, prostat, kolon dan esophagus.
  • Radikal bebas dapat merusak enzim sel, proses pembentukan sel terganggu atau bahkan berhenti, serta menyebabkan sel rusk atau mati. Pada kulit akan menyebabkan keriput atau penuaan dini akibat sel-sel mati.
  • Sel berisi komponen yang memerintahkan mitikondria dan merespon system pernapasan dan produksi energi. Radikal bebas dapat merusak mitokondria dan mempengaruhi kemampuan sel meproduksi energi yang dibutuhkan.
  • Radikal bebas yang menyerang darah merupakan pemicu penyakit jantung. Ketika kolesterol LDL bereaksi dengan radikal bebas akan membentuk aterosklerosis. Kolesterol darah dan radikal bebas akan membentuk plak dalam darah. Aterosklerosis adalah mayoritas penyebab pengerasan arteri pembuluh darah dan serangan jantung
  • Zat yang beracun dapat juga dilepas oleh radikal bebas, memicu perusakan saraf dan otak seperti terlihat pada penyakit Parkinson.
  • Radikal bebas terlibat dalam berkurangnya fungsi penglihatan dan memicu katarak.
  • Radikal bebas terlibat dalam peradangan, rematik artitis (pengapuran tulang), dan asma.

06.35

Penelitian Peluruhan Radikal Bebas dengan Konsep Biologi Nano, Tanpa Bantuan Pemerintah

Lembaga penelitian yang didirikan akhir 2007 ini adalah lembaga mandiri. Tim peneliti inti ada enam orang dengan latar belakang dosen, dokter, guru besar biologi, dan pakar kimia nuklir. Soal kesehatan, mereka punya konsep cukup sederhana. Kalau Ingin sehat, kendalikan merkuri dan radikal bebas yang ada di tubuh dan di lingkungan.

Prof Sutiman, dr Saraswati, dan Ir Tintrim duduk mengelilingi sebuah meja di dalam sebuah rumah, Jalan Surakarta 5 Kota Malang. Di atas meja persegi panjang itu, tedapat dua tatakan berisi tembakau giling. Di sudut meja lainnya ada beberapa lembar kulit jagung kering. Lalu ada pula cawan petri berisi kristal putih berbentuk jarum.

Sigaret dengan bungkus kulit jagung biasa disebut klobot. Namun, mereka memilih menyebutnya sebagai divine cigarette. “Kristal putih ini adalah scavenger. Arti sederhana dari scavenger adalah penangkap dan peluruh radikal bebas. Scavenger kami bentuk dari pemikiran dan penelitian berbasis Biologi Nano,” kata dr Saraswati, seraya tangannya menjamah cawan petri di depannya.

“Kalau scavenger dipasang di rokok, maka radikal bebas dari asap rokok yang akan diluruhkan. Kristal ini dimasukkan ke dalam klobot sebelum dilinting,” sambung dokter yang sering mengisi acara konsultasi di beberapa radio swasta ini.

Rokok adalah salah satu objek penelitian dari lembaga penelitian mandiri ini. Sebab, mereka punya pendapat bahwa yang paling membahayakan dari asap rokok adalah radikal bebas yang terlepas ke udara atau radikal bebas yang terhisap ke dalam tubuh.

Salah satu radikal bebas yang paling “diburu” oleh lembaga penelitian ini adalah yang bereaksi dengan Hg (raksa). Termasuk Hg itu sendiri. “Hg juga dihasilkan dari pembakaran tembakau. Karena itu, kami teliti rokok,” kata dr Saras, sapaan Saraswati.

Dari beberapa partisipan yang mencoba hasil penelitian rokok itu, ada hasil positif. Data empiris itu tercatat dan sudah diseminarkan dalam berbagai forum nasional maupun internasional. Kesimpulannya, tidak semua perokok menderita penyakit paru-paru. Tetapi penderita paru-paru sebagian besar perokok.

Selain rokok, yang juga menjadi objek penelitian LPPRB adalah pengobatan. Mereka menggunakan metode balur. Metode balur ini dilakukan dengan melumuri tubuh dengan campuran bahan tertentu yang bersifat scavenger.

Diharapkan larutan scavenger itu menarik radikal bebas dan merkuri yang ada di tubuh seseorang. Cara itu banyak diaplikasikan bagi penyakit degenerative (kanker dan penyakit dalam lainnya). Termasuk juga untuk anak berkebutuhan khusus. “Kami juga sedang penelitian soal pupuk untuk tanaman. Pupuk yang kadar Hg-nya terkendali. Ada penelitian senyawa yang bisa memperbanyak cat. Banyak deh,” kata Saras.

Mengapa radikal bebas menjadi objek utama yang diteliti? Prof Sutiman menerangkan, perubahan iklim global membuat kualitas hidup manusia memburuk. Hal itu sebagai akibat dari pencemaran udara, lapisan ozon menjadi lebih tipis. Sehingga terjadi peningkatan intensitas cahaya matahari dengan gelombang frekuensi tinggi.

Seiring itu, beberapa logam berat yang bersifat relativistik (antara lain merkuri), cenderung berperilaku sebagai partikel reaktif. Utamanya dalam fase gas. Partikel-partikel itu bereaksi dengan radikal bebas alias ion-ion positif atau negatif yang ada di udara. “Kondisi ini memengaruhi sistem tubuh makhluk hidup. Kami berpendapat radikal bebas inilah penyebab penyakit. Sebab, dia menjadi faktor ketidakseimbangan sistem dalam tubuh,” kata guru besar Biologi MIPA Universitas Brawijaya ini.

Untuk meneliti dan mencari cara mengendalikan radikal bebas, lanjut Sutiman, diperlukan pendekatan keilmuan Biologi Nano. Kelimuan yang mempelajari sistem kehidupan di tingkat partikel dan subatomik. Konsep biologi sel dan biologi molekuler saja dianggap kurang mampu menghasilkan bahasan yang komprehensif dan tuntas.

“Coba ikuti urutan berpikir ini. Tubuh manusia, daging, jaringan, sel, atom, penyusun atom. Saat kita bicara penyusun atom itulah, kita berbicara Biologi Nano. Sebab, setiap komponen partikulasi skala 1-100 nanometer,” ungkap Sutiman.

Setiap partikulasi penyusun sistem kehidupan ini, lanjut Sutiman, selalu memiliki ide tentang apa, di mana, kapan, dan dengan siapa dia bekerja. Dari sini dapat dipahami bahwa material hidup selalu bersifat self perpetuate (menjaga tetap hidup), self generated (turun temurun), self repairing (memperbaiki diri sendiri) dan memiliki aliran energi kontinyu untuk terus berkembang dan berubah. “Dari cara berpikir nano inilah, maka penyebab penyakit adalah radikal bebas. Untuk mengatasinya, juga harus berpikir nano,” kata Sutiman.

Unsur Hg alias merkuri, lanjut Sutiman, saat ini sudah menyebar ke berbagi bidang kehidupan. Mulai dari pertambangan, industri, makanan, obat-obatan, bahkan kosmetika. Merkuri juga digunakan untuk pengawetan vaksin dan tambalan gigi (amalgam).

Sesuai teori, merkuri adalah logam berat “cerdik”. Mempunyai 13 macam panjang gelombang yang bisa digunakan untuk mengacaukan dan menyesatkan codon dalam pembentukan protein (codon adalah kode genetik yang menentukan sintesa protein, Red.)

Merkuri dalam tubuh akan menarik lebih banyak merkuri. Dan merkuri punya energi dinamika yang cukup besar untuk membantunya melakukan transisi elektron. Transisi elektron itu merupakan cara merkuri menyamar menjadi partikel lain.

Merkuri hanya perlu tambahan satu elektron untuk menjadi logam berat seperti thalium. Atau dua tambahan elektron untuk menjadi timbal (Pb). Merkuri juga sebuah energi kehidupan ketika dalam jumlah terbatas. Tubuh pun membutuhkannya. Seseorang dengan berat 70 kilogram diperkirakan membutuhkan merkuri 6 miligram. Sedangkan bayi berat 10 kilogram memerlukan 0,857 miligram.

Dengan dasar pemikiran yang panjang lebar itu, kata Sutiman, tim peneliti inti terus mengembangkan teknologi Biologi Nano untuk kesehatan dan kedokteran. Saat ini tim inti di LPPRB ada enam orang. Yakni, dr Saraswati, Prof Sutiman Bambang Sumitro, dr Subagjo SpB (ketua IDI Malang), Ir Tintrim Rahayu Msi, Prof Sri Kumalaningsih (guru besar teknologi pertanian Universitas Brawijaya), dan Dr Gretha Pramutadi Zahar (pakar ilmu kimia nuklir). “Kami mempunyai pemikiran yang berbeda dengan pemikiran dunia kedokteran barat. Menurut kami, yang penting semua pemikiran itu ada dasar ilmiah dan bisa dipertanggungjawabkan secara ilmiah,” katanya.

Sebagai sebuah lembaga penelitian mandiri, kata Sutiman, pendanaan berasal dari kantong pribadi. Mereka juga mengandalkan donasi dari partisipan yang mendapatkan manfaat dari hasil penelitian mereka. Selain dari Indonesia, partisipan ada yang berasal dari Australia, Arab, Amerika, Jerman dan Swedia. “Tidak ada bantuan pemerintah. Murni swasta dan donasi partisipan. Yang dari Amerika itu pakar kanker di sebuah klinik bermaksud mengadopsi hasil penelitian kami,” kata Sutiman.

Beberapa anggota tim peneliti sudah merasakan dampak positif dari metode balur yang mereka kembangkan. Bahwa pengendalian radikal bebas dan mengeluarkan gelembung merkuri yang bersifat toksik membuat mereka jadi lebih sehat. Termasuk memperkecil dan mengendalikan kanker yang diidap beberapa dari mereka. “Kami berdiri akhir 2007. Banyak yang akan kami kembangkan dari konsep ilmu nano teknologi. Kami akan terus berkiprah meski konsepnya berbeda dengan ilmu kedokteran Eropa,” sambung Saras.

Sumber :

Yosi Arbianto, MALANG
(*/ziz/radarmalang)

http://malangraya.web.id/2009/06/11/penelitian-peluruhan-radikal-bebas-dengan-konsep-biologi-nano-tanpa-bantuan-pemerintah/

1 September 2009